Penjelasan Mengenai Kota Kapur
Kerajaan
kota kapur adalah kerajaan di mana sejarah terbentukya kerajaan
sriwijaya atau lebih tepatnnya bibit dari kerajaan sriwijaya yang sudah berada
di pulau Bangka dengan bukti bukti seperti arca durga mahisasramardhani
Lokasi kerajaan kota berada di
pulau sumatra lebih tepatnya di
bangkaJika dilihat dai hasil temuan dan penelitian tim arkeologi yang dilakukan
di Kota Kapur, Pulau Bangka, yaitu pada tahun 1994, dapat diperoleh suatu
petunjuk mengenai kemungkinan adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah tersebut
bahkan sejak masa sebelum kemunculan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kota Kapur
Pusat kekuasaan tersebut meninggalkan banyak temuan
arkeologi berupa sisa-sisa dari sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) yang
terbuat dari batu lengkap dengan arca-arca batu, di antaranya yaitu dua buah
arca Wisnu dengan gaya mirip dengan arca-arca Wisnu yang ditemukan di daerah
Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari
masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi.
Sebelumnya, di situs Kota Kapur selain telah ditemukan
sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka
(=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan - peninggalan lain yaitu di
antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari
peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka
pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara
di Jawa Barat.
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini
adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah
tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masingmasing panjangnya sekitar
350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari
tanggul benteng ini menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng
pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut
agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka
menjelang akhir abad ke-7.
Penguasaan Pulau
Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya
di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya
mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau
Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai
pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu
itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka
berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
Raja yang
memipin di kerajaan kota kapur masih belum di ketahui secara pasti bahkan di
situs prasasti kota kapur tidak di jelaskan mengenai raja kerajaan kota kapur
Agama yanng Di Anut Kerajaan Kapur
Karena
ditumukanya bukti berupa sisa-sisa dari sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa)
yang terbuat dari batu lengkap dengan arca-arca batu, di antaranya yaitu dua
buah arca Wisnu dengan gaya mirip dengan arca-arca Wisnu yang ditemukan di
daerah Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang
berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi dan adanya sebuah arca
Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini.
Penyebab runtuhnya kerajaan kota kapur
Karena terjadinya perbedaan keyakinan didalam istana
sehingga mmbuat kluarga kerajaan trpecah mnjadi 2 bagian.. yg brbeda pndapat
Kapan kerajaan kota kapur mengalami keruntuhan
Runtuhnya
kerajaan kota kapur tidak di ketahui secara jelas dan masih menjadi sebuah
misteri dan para peneliti masih melakukan penelitian ini di Bangka Sumatra
Bagaimana Tradisi Asia Tenggara di Kota Kapur
Temuan papan perahu kuno di situs Kota Kapur segera dapat diidentifikasi
lewat teknik pembuatannya. Lubang-lubang yang terdapat di bagian permukaan dan
sisi papan serta lubang-lubang pada tonjolan segi empat yang menembus lubang di
sisi papan merupakan teknik rancang bangun perahu dengan teknik papan ikat dan
kupingan pengikat (sewn plank and lushed plug technique).
Tonjolan segi empat atau tambuku digunakan untuk mengikat
papan-papan dan mengikat papan dengan gading-gading dengan menggunakan tali
ijuk (Arenga pinnata). Tali ijuk dimasukkan pada lubang di tambuku. Pada salah
lubang di bagian tepi papan perahu yang ditemukan di Sungai Kupang terlihat
ujung pasak kayu yang patah masih terpaku di dalam lubang. Biasanya, penggunaan
pasak kayu untuk memperkuat ikatan tali ijuk.
Teknologi perahu semacam itu umum ditemukan di wilayah
perairan Asia Tenggara. Bukti tertua penggunaan teknik gabungan teknik ikat dan
teknik pasak kayu dijumpai pada sisa perahu di situs Kuala Pontian di Malaysia
yang berasal dari antara abad ke-3 dan abad ke-5 Masehi.
Penelitian Sriwijaya yang intensif di Sumatera tahun
1980-1990 juga menemukan banyak sisa perahu kuno tradisi Asia Tenggara seperti
yang ditemukan di lokasi situs prasasti kota kapur ini. Di wilayah Sumatera
Selatan, bangkai perahu ditemukan di situs Samirejo, Mariana (Kabupaten
Banyuasin), di situs Kolam Pinisi (Palembang), dan di situs Tulung Selapan
(Kabupaten Ogan Komering Ilir). Di Jambi ditemukan pula papan perahu sejenis di
situs Lambur (Kabupaten Tanjung Jabung Timur).
Selain papan-papan perahu, ditemukan pula kemudi
perahu dari kayu besi yang diduga bagian dari teknologi tradisi Asia Tenggara,
yaitu di Sungai Buah (Palembang) dan situs Karangagung Tengah (Kabupaten Musi
Banyuasin).
Papan-papan perahu dari situs Samirejo dan situs Kolam
Pinisi telah dianalisis laboratorium dengan menggunakan metode carbon dating
C14. Sepotong papan dari situs Kolam Pinisi menghasilkan pertanggalan kalibrasi
antara 434 dan 631 Masehi, sedangkan papan dari situs Samirejo berasal dari
masa antara 610 dan 775 Masehi (Lucas Partanda Koestoro, 1993).
Sisa-sisa perahu kuno situs Kota Kapur boleh jadi
berasal dari masa yang tidak jauh dengan masa perahu di situs Samirejo dan
situs Kolam Pinisi. Hasil penelitian arkeologi sebelumnya di situs Kota Kapur
menunjukkan, tempat kuno itu telah dihuni oleh komunitas yang telah mapan
sekurang-kurangnya sejak abad ke-6 Masehi, kemudian berkembang menjadi salah
satu ke-"datu"-an Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi. Permukiman kuno
itu terus berlanjut pada abad ke-10 hingga ke-15 Masehi.
Pada bagian dalam benteng tanah di kota kapur ini
terdapat sisa-sisa tiga bangunan candi yang menempati dataran yang lebih
tinggi. Lokasi tempat tinggal dan hunian di situs prasasti kota kapur ini
terdapat pada lembah antara dua bukit dan di bantaran Sungai Mendo dan Sungai
Kupang, yang kini berupa rawa-rawa. Di lokasi itu banyak ditemukan pecahan
tembikar kasar dengan hiasan sederhana mirip tembikar masa prasejarah.